PENDIDIKAN KONSERVASI ALAM


Bangsa Indonesia sangat bangga dengan kekayaan sumberdaya alamnya, bahkan begitu bangga menyebut Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman hayati nomor 2 (dua) di dunia setelah Brasil; itu pun karena data dan informasi keanekaragaman hayati Indonesia belum terkuak semua, bila sudah tidak mustahil Indonesia sebagai negara nomor satu di dunia dari sisi keanekaragamannya.

Namun demikian kita tidak sadar bahwa negara Indonesia yang kita banggakan ini juga termasuk negara dengan ancaman kepunahan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi akibat rendahnya pemahaman bangsa kita tentang arti penting konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (KSDAHE). Sebut saja antara lain Harimau Bali (Phantera tigris balica), Harimau Jawa (Panthera tigris javanica) dan banyak jenis lagi yang sudah terancam punah, antara lain 104 jenis Burung, 9 jenis reptil, 60 jeis ikan dan 128 jenis mamalia sudah terancam punah. Indonesia sudah cukup banyak menerbitkan peraturan perundangan yang berkaitan dengan konservasi undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang KSDAHE berikut jabarannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Surat Keputusan (SK) maupun Peraturan Menteri (Permen).

Ancaman hukuman terhadap pelanggaran UU No. 5 / 1990 cukup berat hukuman kurungan 10 tahun dan/atau denda Rp. 10.000.000,- (sepuluh milyar rupiah). Tetapi tidak juga memuat jera masyarakat KENAPA??? Jawabannya masyarakat tidak/kurang sadar tentang arti penting KSDAHE.

Pada akhir dekade 1990-an, Departemen Kehutanan melkukan perubahan paradigma dari TIMBER ORIENTED menjadi RESOURCES BASE MANAGEMENT, didukung dengan trend masyarakat kota BACK TO NATURE, serta potensi sumber daya alam Indonesia yang dapat dijadikan andalan untuk pengembangan pariwisata alam; maka Departemen Kehutanan mulai mengembangkan pariwisata alam. dalam pengmebangan pariwisata alam masih terjadi dilemma.

1. Kita selalu khawatir bila membangun akses jalan di dalam kawasan konservasi.

Contoh :

Tahun 1980 pada saat dibangun jalan aspal di dalam kawasan Taman Nasional Baluran dari Batangan ke Bama. Tahun 2000 pada saat dibangun jalan di kawasan Taman Nasional Alas Purwo dari Tri Anggulasi ke Pancur. Masyarakat “KONSERVASIONIS” ribut karena dengan dibukanya jalan akan memberikan akses bagi pemburuan liar, pencurian kayu dan perambah hutan.

2. Dalam pengembangan pariwisata alam kita selalu takut dengan jumlah pengunjung, daya dukung kawasan menjadi sakral sebagai pembatas.

Pengunjung Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang mencapai 80.000 (delapan puluh ribu) orang pengunjung per tahun dan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 120.000 (seratus dua puluh ribu) per-tahun, menjadi masalah dan dikatakan mass tourism sehingga harus dibatasi.

Sedang di luar negeri, di Amerika dan Eropa tempat asal kita belajar konservasi dua hal diatas tidak masalah di kedua benua tersebut di dalam kawasan Taman Nasional, semua objek wisatanya dapat dijangkau dengan mobil, jalan utamanya (didalam kawasan) tidak kalah lebarnya dengan jalan tol jagorawi. Jumlah pengunjung di Great smooky mountain national park(TENNESE) lebih dari 4.000.000 (empat juta) pengunjung pe tahun, di Ever glade National Park (FLORIDA) pengunjung lebih dari 5.000.000 (lima juta) orang pengunjung per tahun, serta Bavarian National Park (JERMAN) lebih dari 6.000.000 (enam juta) orang pengunjung tidak pernah jadi masalah dan tidak juga disebut mass tourism; kalau begitu ada apa dengan Indonesia? MEMANG kondisinya berbeda, apa yang terjadi di EROPA dan Amerika berbeda dengan Indonesia; dan kita tidak harus langsung meniru mereka, ini perlu proses. Letak perbedaanya adalah PEMAHAMAN dan KESADARAN KONSERVASI masyarakat di kedua benua tersebut sangat berbeda.

Kalau demikian kenapa Indonesia tidak lebih meningkatkan pemahaman dan kesadaran konservasi. Indonesia dalam hal ini Direktorat Jenderal Perindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) telah mulai melaksanakan pendidikan konservasi, namun masih sangat terbatas. Bila dilihat dari anggaran yang disediakan untuk pendidikan konservasi besarnya tidak lebih dari ‰ (satu permil) dari anggaran PHPA secara keseluruhan jadi kenapa LSM-LSM konsevasi tidak lebih menitikberatkan anggarannya untuk membantu Pemerintah dalam bidang konservasi. Khususnya

pendidikan konservasi, pendidikan konservasi akan merubah pola pikir dan merubah perilaku masyarakat tentang konservasi. The Indonesian Wildlife Fund (IWF) sudah mulai melakukan pendidikan konservasi, terakhir 2005 telah melatih 27 guru SD, tahun 2006 selain mealtih guru SD juga akan memberikan bekal konservasi bagi dosen dan mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA). Bila mungkin akan menjangkau pula bagi siswa-siswa PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN SELAPA POLRI CIPUTAT dan juga Pendidikan dan Latihan TNI.

Diharapkan melalui Pendidikan dan Latihan tersebut kesadaran dan pemahaman tentang konservasi SDAHE dapat terus meningkat disamping usaha-usaha meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar hutan. IWF kedepan akan lebih meningkatkan anggarannya untuk pendidikan dan latihan konservasi alam lagi bagi guru, POLRI, TNI dan masyarakat secara luas.